“Your beliefs become your thoughts, your thoughts become your words, your words become your actions, your actions become your habits, your habits become your values, your values become your destiny.”
Mahatma Gandhi
Bagi yang akrab dengan mitologi Yunani, tokoh Pygmalion bukanlah nama yang asing. Pygmalion adalah seorang pematung yang sangat terkenal akan karya-karya indahnya. Ia tidak mau menikah karena memandang perempuan di sekitarnya tak ada yang memenuhi syarat seperti impiannya. Akhirnya, energi sensualitasnya ia kerahkan untuk membuat sebuah patung perempuan dari gading dengan kecantikan sempurna sesuai dengan hasratnya yang ia beri nama Galatea.
Galatea menjadi puncak karya Pygmalion. Ia sangat mengagumi dan mencintai karyanya sendiri. Galatea ia perlakukan dengan lembut, penuh kasih mesra seperti pada istrinya. Ia kalungkan bunga di lehernya, membalutkan selendang sutera dan mutu manikam disekujur tubuhnya. Setiap hari, Pygmalion menatapnya dan bercengkerama dengannya. Ia berbicara dengan Galatea, seolah-olah Galatea hidup. Dan malam hari Galatea ia rebahkan ke peraduan dengan bantalan bulu angsa.
Ucapan ini didengar oleh dewi Venus yang dapat merasakan kesepiannya seorang seniman. Akhirnya dewa Zeus meniupkan api asmara. Venus memberi kekuatan hidup bagi Galatea. Dan alangkah kagetnya, ketika ia pulang dan mencium bibir Galatea, ia merasakan hanganya bibir Galatea. Ia tidak sedang bermimpi. Galatea benar-benar hidup. Pasangan itu akhirnya ia memperoleh putra yang bernama Paphos yang diabadikan menjadi nama kota bangsa Hellenik untuk memuja Venus.
Pygmalion Effect
Kisah Pygmalion menjadi inspirasi psikolog dalam mengembangkan persepsi, stigma serta konsep diri manusia. Keyakinan Pygmalion bahwa Galatea hidup dan seolah-olah hidup menjadikan Galatea benar-benar hidup.
Jadi, jika kita mempersepsi putra kita bodoh, maka ia akan menjadi bodoh. Karena kita tidak memiliki energi dan kepercayaan yang cukup kuat bahwa ia adalah anak pintar. Akhirnya kita akan mentreatment-nya dengan cara yang bodoh pula.
Karena itu, betapa penting bagi setiap orang tua memberikan stigma positif kepada anak-anaknya agar mereka kemudian lahir dengan konsep diri dan kepribadian yang kuat serta asertif. Karena kehidupan, seperti yang dikatakan Epictetus, adalah yang dihasilkan oleh pikiran kita. You are what you think, kata para psikolog.
Mahatma Gandhi pun memiliki keyakinan yang serupa, bahwa orang menjadi apa seperti yang diyakininya sendiri. Menurutnya Gandhi,jika saya selalu mengatakan kepada diri saya bahwa saya tidak dapat melakukan sesuatu, mungkin saja saya memang tidak bisa melakukannya. Sebaliknya, jika saya yakin mampu melakukannya, saya pasti mendapat kemampuan untuk melakukannya meskipun pada awalnya mungkin saya tidak memilikinya.
Para ahli komunikasi menerjemahkan Pygmalion Effect ini dengan istilah ramalan pemenuhan diri atau nubuat yang dipenuhi dengan sendirinya. Contohnya: jika kita berpikir, orang lain tidak menyukai kita. Maka pikiran kita akan mengatur bahasa verbal dan non verbal kita menjadi kata dan gerakan yang memang akan membuat orang tak suka. Akhirnya memang kita benar-benar nyebelin.
Citra kehidupan ini kita jalani seperti citra dalam pikiran kita. Tafsir-tafsir kepada kehidupan, positif maupun negatifkita lalui seperti model mental kita. Sudut pandang kita membentuk lanskap keindahan dan kemuraman, kebahagiaan dan kesengsaraan, putus asa dan harapan dan mewujud dalam realitas kita menjalani kehidupan.
Bagi orang-orang yang lokus dirinya baik, menurut Kris Cole, mereka membawa cuaca sendiri. Mereka tidak perlu menerima pelayanan yang hebat agar suasana hatinya baik, dan layanan buruk tidaklah membuat suasana hati mereka juga buruk. Ia tidak membiarkan orang lain mengendalikan dan menentukan apakah mereka akan gembira atau sedih, senang atau tidak senang. Orang ini tak akan menyerahkan lokus control mereka ditangan orang lain.
Akhirnya kisah Pygmalion mengajarkan kita pentingnya akan sebuah keyakinan untuk memelihara pikiran-pikiran positif dalam jiwa kita.
Edisi minggu ke-7 Turney Mingguan Sparta dikuti oleh 18 orang Spartan. 3 orang diantaranya adalah pendatang baru di Sparta; Fajar Ibrahim, Maqbul dan Alan. Welcome to Sparta guys!!
Sesuai prediksi admin, lagi-lagi pasangan Roganda dan Redy berhasil meraih satu kemenangan lagi sebagai pasangan. Hampir saja prediksi admin meleset, dimana pada saat final mereka kedodoran menghadapi pasangan Rinal dan Alex. Sebenarnya Rinal dan Alex dari babak pertama hingga poin 34, selalu memimpin dengan selisih 3 hingga 5 poin. Di poin 34-29 pasangan Roganda dan Redy berhasil menyusul dan membalikkan keadaan. Hingga babak kedua berakhir dengan 42-37 untuk kemenangan Roganda dan Redy. Untuk kesekian kalinya Rinal tertikung di poin-poin krusial oleh Redy. Di poin-poin kritis faktor mental memang lebih berperan penting dibanding sekedar skill. Tetap semangat Rinal! Next time must be better!!!
Inilah nama-nama juara Turnamen Mingguan Sparta kali ini;
Juara 1 Roganda dan Redy
Juara 2 Rinal dan Alex
Juara 3 Hadi M dan Dena / Maqbul dan Alan
Dan dibawah ini adalah catatan selengkapnya dari result Turnamen Mingguan Sparta, edisi 16 Februari 2020;
![]() |
Road to final |
![]() |
Bagan turnamen |
![]() |
Update ranking Sparta |
![]() |
Akumulasi perolehan medali Sparta |
Konklusi kali ini tentang Pygmalion Effect: “Keyakinan mempengaruhi persepsi, persepsi mempengaruhi cara berpikir, cara berpikir mempengaruhi cara bertindak, dan cara bertindak mempengaruhi hasil akhirnya.”
Sekian reportase kita kali ini. Sampai berjumpa lagi di reportase-reportase berikutnya. See you!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar